Bajaadalah paduan logam. Jadi perhiasan tubuh stainless steel kelas bedah mengandung sedikit nikel. Bahkan jumlah yang sedikit ini dapat menyebabkan iritasi atau bahkan reaksi alergi pada orang yang sangat sensitif terhadapnya.
Teknik paling gampang untuk memeriksa apakah emas tersebut memiliki ciri ciri emas asli atau palsu ialah dengan melihat ciri-ciri tanda-tanda tertentu yang merupakan ciri ciri emas asli. Biasanya didalam logam mulia atau perhiasan emas terdapat cap yang menandakan kadar emas. Ukur keberat emas dalam bentuk sataun gram dengan timbangan digital yang presisi. Isi sebuah gelas atau botol dengan air sembarang ml milliliternya. Pakailah gelas/botol yang memipunyai tanda ukuran milimeter, yang akan mempermudah untuk mengetahui perbedaan volume air sebelum atau sesudah dicelupkan emas. Jadi tujuannya ialah untuk mengukur volume emas dalam ml. Catat dengan persis tingkat air sebelum emas direndam. Letakkan emas di gelas dengan menggantungnya memakai tali. Setelah emas tersebut direndam,catat tingkat air yang baru, dan hitunglah perbedaan sebelum dan sesudah direndam di dalam ml. Contoh perhitungan Emas yang diuji mempunyai berat 38g dan volume 2 mililiter. Memakai rumus [massa] / [volume] maka 38/2 = hasilnya ialah 19 g/ml , yang sangat mendekati massa jenis emas. Ingatlah bahwa kemurnian emas yang berbeda akan mempunyai g / ml rasio yang tak sama 14K = 12,9-14,6 g/ml, 18K kuning = 15,2-15,9 g/ml, 18K putih = 14,7-16,9 g/ml dan 22K = 17,7-17,8 g/ml. 4. Goreskan Emas pada Keramik Atau Kertas Ini juga salah satu cara yang mudah untuk yahu bahwa emas tersebut memiliki ciri ciri emas asli atau tidak. Tapi perlu kita ingat,di tahap pengujian ini ada resiko logam mulia emas yang diuji akan tergores. Ambil piring keramik polos atau pakai saja keramik lantai. Goreskan emas tersebut ke permukaan keramik. Jika terdapat goresan hitam di keramik, berarti emas itu adalah emas palsu tetapi jika tak ada goresan hitam kemungkinan besar emas itu adalah emas asli. Selain dengan keramik bisa juga memakai emas sebagai perbandingan, cobalah goreskan uang logam lama bukan yang alumunium ke kertas, pasti akan membentuk goresan berwarna hitam. Tapi jika emas tersebut asli maka tak akan ada goresan sama sekali. 5. Uji Emas Dengan Nitric Acid Istilah lainnya ialah “tes asam” dan ini adalah cara yang cukup bagus untuk mengetes keaslian emas. Tapi tes ini mempunyai resiko keselamatan,berhubungan dengan cairan asam, jadi harus benar benar berhati-hati. Jikalau tidak untuk bisnis,alangkah baiknya tes asam ini diserahkan ke pada toko perhiasan emas saja. Apa Perbedaan Emas Asli atau Palsu? Yang disebut emas asli di sini iyalah emas murni atau emas 100%. Logam mulia ini sebenarnya memiliki tekstur agak lembek. Bila dibuat perhiasan akan mempengaruhi/mengurangi durabilitasnya. Maka dari itu,biasanya pengrajin emas mencampurkan emas tersebut dengan logam lain. Misal perak, timah, atau perunggu. Bila telah tercampur tentu kadar emas di barang tersebut akan berkurang. Contohnya hanyalah 70%, 80%, 90%, dan seterusnya. Satuan kadar ini biasanya disebut juga karat. Dan emas yang murni sama atau setara dengan 24 karat. Semakin sedikitnya kandungan emas semakin murah pula harga perhiasan tersebut. Kalau sangat sedikit kandungan emasnya bisa juga dibilang emas palsu, apalagi kalau tidak mengandung emas sama sekali? Namanya emas imitasi/emas tiruan. Cara Tau Emas Asli atau Palsu Dari zaman dahulu sampai sekarang, emas dipandang sebagai logam mulia. Harganya jangan ditanya. Memiliki tampilan mengkilap indah dan nilai jual mahal menjadikannya banyak diburu orang. Alhasil oknum-oknum nakal memalsukannya demi mendapat keuntungan. Ukur Kepadatan Emas Sediakan tempat/gelas yang ada ukuran mililiternya, lalu isi dengan air. Catatlah tinggi permukaan air sebelum emas tersebut dimasukkan ke dalam wadah tersebut. Selanjutnya, dengan digantung benang celupkan saja emas ke dalamnya. Catatlah kembali selisih permukaan airnya. lalu hitung dengan rumus kepadatan = massa/volume. Emas mempunyai kepadatan yang berbeda dengan logam lain. Kalau hasil pengukuranya mendekati angka 19 g/ml, itu berarti itu adalah emas asli. Tes Asam Cara tahu emas tersebut mempunyai ciri ciri emas asli atau palsu yang terakhir ini mempergunakan cairan bernama Nitric Acid. Siapkan tempat stainless steel dan taruhlah emas di atasnya. Teteskan setetes saja cairan asam Nitric Acid di emas dan tunggu reaksinya. Jika emas tersebut memang asli, takkan ada reaksi apa-apa. Bila emas tersebut berubah warna menjadi kehijau-hijauan, makan emas mengandung logam besi. Bila memperlihatkan warna susu, berarti mengandung perak. Bila reaksi menimbulkam warna emas, kemungkinan besar emas yang kita uji mengandung bahan logam Emas adalah logam yang memiliki sifat lunak dan mudah ditempa, memiliki kekerasan berkisar antara 2,5 – 3 skala Mohs, serta berat jenisnya tergantung dengan jenis dan kandungan logam lain yang dicampurkan dengannya. Mineral pembawa emas lazimnya berasosiasi dengan mineral ikutan gangue minerals. Mineral ikutan tersebut lazimnya kuarsa, karbonat,turmalin, flourpar, dan sebagian kecil mineral non logam. Mineral pembawa emas itu juga berasosiasi dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral pembawa emas terdiri dari emas nativ, elektrum, emas telurida, sejumlah paduan beserta senyawa emas serta unsur-unsur belerang, antimon, dan sebenarnya jenis lain dari emas nativ, hanya saja kandungan perak di dalamnya kurang lebih 20%. Emas di Dalam Unsur Kimia Emas ialah unsur kimia dalam tabel periodik yang bersimbol Au bahasa latin aurum’ dan nomor atomya 79. Sebuah logam transisi trivalen dan univalen yang memiliki tekstur lembek, mengkilap, kuning, berat, “malleable”, dan “ductile”. Emas tidak bereaksi dengan zat kimia lainnya tetapi terserang oleh klorin, flourin dan aqua regia. Logam itu banyak terdapat di nugget emas atau serbuk di bebatuan dan di deposit alluvial dan pada salah satu logam ISOnya ialah XAU. Emas melebur dengan bentuk cair pada kisaran suhu 1000 derajat Celsius. Terbentuknya emas ialah dari proses magmatisme atau pengkonsentrasian di permukaan. Beberapa endapan emas terbentuk dikarenakan proses metasomatisme kontak dan larutan hidrotermal, sedang pengkonsentrasian dengan cara mekanis menghasilkan endapan letakan placer. Genesa emas dikategorikan jadi dua ialah Endapan primer; dan Endapan plaser. Emas Moneter Emas moneter ialah sebagai jaminan mata uang yang sudah pernah digunakan oleh Bank dipakai sebagai standar keuangan di banyak negara dan juga dipakai untuk perhiasan, dan elektronik. Pemakaian emas dalam bidang moneter dan keuangan didasarkan pada nilai moneter absolut dari emas tersebut sendiri terhadap banyak mata uang di seluruh dunia, meski secara resmi di bursa komoditas dunia. Harga emas dicantumkan di dalam mata uang dolar Amerika. Bentuk pemakaian emas dalam bidang moneter umumnya berupa bulion atau batangan emas dalam banyaknya satuan berat gram sampai kilogram. Faktor yang Mempengaruhi Naik Turunnya Harga Emas Berinvestasi emas adalah salah satu cara untuk mendapat keuntungan selain menabung. Hanya dengan mengandalkan tabungan, terutama tentang kenaikan harga barang-barang pokok tiap tahun, tidaklah cukup. Meskipun demikian, kemungkinan harga emas naik atau turun juga patut diwaspadai. Bila tak jeli melihat situasi, Anda pun juga bisa apa sajakah faktor yang bisa memengaruhi harga emas naik atau turun? Bagaimanakah cara kita untuk mengamati dan mengatasinya? 1. Nilai Tukar US Dollar Secara umum, hubungan negatif tercipta dari hubungan nilai tukar US Dollar dengan harga emas yang saat ini sedang berlaku. Jika dolar Amerika sedang melemah, maka harga emas akan naik. Namun bila dolar Amerika menguat,maka harga emas juga jadi turun. Saran rajin-rajinlah mengamati berita tentang perkembangan ekonomi dunia. Bila ada pertanda resesi global, simpanlah saja barang sebata dua batang emas di brankas berkombinasi untuk berjaga-jaga. 2. Jumlah Produksi Emas di Dunia Makin susahnya emas ditambang, maka harga emas di pasaran pula akan naik dikarena kelangkaan stok emas. Apalagi jika permintaan emas malah semakin meningkat, sehingga para penambang harus menggali tambang semakin dalam. Saran selain dengan logam emas, Anda juga bisa berinvestasi dalam bentuk lain. Misalkan berinvestasi perak, asuransi, mata uang dinar atau dirham atau lainya. Bila dana sudah melimpah, boleh juga mencoba berinvestasi properti. Nilai properti pasti selalu naik dari tahun ke tahun. 3. Kenaikan Permintaan dari Industri Perhiasan di Dunia Ini masih berhubungan dengan faktor yang nomor dua. Misalnya, 54% permintaan emas berasal dari industri perhiasan di dunia, seperti yang ada di India, Tiongkok, dan di Amerika Serikat. Sementara itu, 12%nya berasal dari industri peralatan medis dan elektronik. Fakta ini dikutip oleh World Gold Council dan oleh The London Bullion Market Association. Tak heran bila harga emas menjadi naik. Saran sebaiknya jangan membeli emas dalam bentuk perhiasan. Karna bila suatu saat nanti anda ingin menjualnya, perhiasan yang dilebur kembali,malah membuat harga emas tersebut menjadi turun. 4. Beberapa Bank Sentral Dunia Memonopoli Pembelian Emas Beberapa dari bank sentral di dunia, seperti dengan The Federal Reserve System di Amerika Serikat, Bundesbank di Jerman, dan European Central Bank di ECB, telah hanya uang kertas, mereka juga sudah lama memonopoli pembelian emas. Jangan heran jika harga emas saat semakin naik dan emas kini semakin langka. Karna sudah lama colong start’, cadangan emas yang dimiliki mereka pun lebih banyak. Hal ini juga dikutip oleh World Gold Council. Saran beberapa saran yang telah disebutkan di 3 faktor sebelum ini juga berlaku untuk faktor ini. 5. Isu Politik, Resesi Global, Perselisihan Antar Negara, atau Perang dapat Membuat Harga Emas Naik Salah satunya adalah isu Brexit keluarnya Inggris Raya dari Uni Eropa akibat hasil jajak pendapat terakhir yang terkait dengan Uni Eropa pada Juni 2016. Akibatnya, para investor diserang panik dan mulai memborong emas dalam jumlah besar. Saran jangan mudah panik dan pastikan Anda tidak sekadar ikut-ikutan membeli emas tanpa tahu cara menginvestasikannya. Investasi emas memanglah terlihat seperti gampang-gampang susah, pastikan Anda mengetahui seluk beluk investasi emas sebelum benar-benar terjun melakukannya.
Apakahada ciri ciri berlian asli itu gimana. 9. Tidak Mudah Tergores. Berlian asli tidak akan mudah tergores dan karena itu kita tau bahwa ciri ciri berlian asli tu gimana. Jika berlian Anda memiliki banyak goresan, maka berlian Anda tersebut adalah palsu. 10. Berlian Palsu Mengapung Di Air
Halo sahabat bisnis kuliner ! Saat Anda memiliki instrumen dapur berbahan stainless steel. Ternyata alat dapur Engkau memiliki kualitas yang cacat baik sehingga mempengaruhi kualitas makanan Anda. Buat menjamin kualitas makanan Kamu, Horekamall akan menyerahkan uang pelicin mengenai cara membedakan kualitas stainless steel. Yuk, simak informasinya! KATEGORI STAINLESS STEEL Apakah Anda tahu bahwa alat dapur Anda yang berbahan stainless steel mempunyai beberapa kategori ? Kategori ini yang mengasihkan tingkatan kualitas radas pendiangan dengan bulan-bulanan stainless steel. Ada yang memiliki kode 201, 304, 316, 430 dan masih banyak yang lainnya. Baca lagi Keuntungan dan kerugian memiliki perabot keran stainless steel. Stainless steel sendiri mempunyai komposisi yang terbuat dari sejumlah kandungan besi, seperti nikel dan kromium. Dengan adanya kandungan metal tersebut. Stainless steel dikategorikan sebagai berikut. AUSTENITIC Stainless steel dengan kategori austenitic ini memiliki kandungan objek, yaitu 16% kromium , 7% nikel, dan nitrogen. Karakteristik nan dimiliki maka dari itu stainless steel ini adalah memiliki kekuatan dan ketahanan terhadap temperatur dingin dan guru panas sekalipun. Stainless steel yang masuk kedalam kategori ini adalah seri 200 dan kirana 300. Cuma, sinar 200 dan 300 juga memiliki aturan yang berbeda. Karena kandungannya yang berbeda. Jika dibedakan, seri 300 lebih tahan terhadap karat. Tetapi, dari segi harga sorot 200 lebih terjangkau dibanding sorot 300. Baca juga yuk Apakah alat dapur berbahan stainless steel aman bagi batih dan bisnis Anda? FERRITIC Stainless steel dengan kategori ferritic punya atak kromium 10,5%-29%, molybdenum, aluminium, titanium, dan rendah nikel. Ketenangan korosi karat dalam kategori ini memang tidak sekuat austenitic. Belaka, stainless steel ini n kepunyaan harga yang relatif bertambah murah. Panah yang masuk kedalam kategori ini adalah terang 405, 409, 430, 434, 439, 444, dan 446. MARTENSITIC Stainless steel dari kategori martensitic ini memiliki kandungan kromium 10,5%-18% , 2% nikel, dan karbon yang osean. Jikalau dibandingkan dengan 2 kategori diatas. Kategori stainless steel ini masih memiliki kekurangan terhadap korosi. Namun, kelebihannya yakni mempunyai kepentingan dan kekerasan nan besar. Dengan kelebihannya tersebut, kebanyakan stainless steel dari kategori ini dijadikan gawai jingkir seperti pisau, dan perkakas yang tak sebagai halnya grinding. Seri nan masuk dalam kategori martensitic adalah kurat 403, 410, 414, 416, 420, 431, dan 440. DUPLEX Stainless steel ini n kepunyaan resan perkawinan’ antara jenis austenitic dan ferritic. Oleh karena itu, kategori duplex ini hampir punya karakterisitik yang sebagai halnya spesies austenitic dan ferritic, adalah memiliki kemampuan tahan korisi karat. Namun, jika dibandingkan dengan macam austenitic. Keberagaman duplex memiliki ketahanan korosi retak tegang stress corrosion cracking. Jenis ini biasanya seia untuk komponen kapal, industri petrokimia, dan industri kertas. MENGENAL KODE SERI STAINLESS STEEL Pada Perlengkapan DAPUR Setelah mengerti beberapa kategori stainless steel di atas. Horekamall akan mengasihkan informasi mengenai sinar stainless steel pada perlengkapan jingkir Anda. Dan seri dibawah ini akan diurutkan dari food grade terbaik. STAINLESS STEEL Kilat 316 Kurat 316 yaitu termasuk kedalam kategori austenitic. Kelebihan yang dimiliki oleh seri adalah memiliki rezeki kromium dan nikel yang tinggi. Sehingga lebih resistan terhadap korosi tingkat hierarki. Dan cerah ini resistan terhadap panas nan hingga lebih berpunca 800 ̊C. Selain itu, seri ini memiliki ketahanan yang tinggi terhadap bersut, alkali, dan klorida garam. Telah banyak alat tungku berbahan stainless steel berasal cerah 316 ini. Namun, harga perlengkapan kompor pecah seri ini terbilang layak tataran. STAINLESS STEEL Sinar 430 Stainless steel dari seri ini n kepunyaan kemiripan dengan kilauan 316. Yang membedakan seri ini ialah peranakan nikelnya yang makin tekor, sehingga harga alat pendiangan berusul bahan stainless steel terbit seri ini nisbi makin murah. Seri ini turut ke internal kategori ferritic, sehingga memiliki ketahanan terhadap korosi retak tegang. Doang, karena tembolok nikel yang tekor, cuaca ini tidak resistan terhadap sejumlah rahim senderut. STAINLESS STEEL SERI 201 Telah banyak alat tanur dengan objek stainless steel seri 201 ini. Dikarenakan harganya nan terjangkau dan punya kualitas nan makmur mengganjar seri 304. Stainless steel seri 201 ini termasuk kategori austenitic, dan mempunyai kandungan kromium, nikel, dan makanan karbonium yang rendah. Biarpun rezeki nikelnya rendah, stainless steel seri 201 ini sudah berkualitas food grade. Alat dapur yang terbuat dari stainless steel 201 sebagian lautan yakni panci, bidang datar lipat, kitchen sink, dan masih banyak yang lainnya. Lamun memiliki ketahanan yang awet. Stainless steel seri 201 ini rentan terhadap garam, dan air payau. Jika terlalu banyak rantus garam dan air asin, maka stainless steel seri 201 ini akan mengalami korosi pitting. Baca juga Akal pintas dan aman menjaga alat ketuhar yang terbuat dari stainless steel. STAINLESS STEEL SERI 304 Stainless steel seri 304 ini n kepunyaan karakteristik dengan nur 300. Dengan rahim kromium dan nikel nan tangga. Stainless steel panah ini memiliki ketahanan terhadap korosi yang tinggi dan cahaya 304 ini mutakadim banyak nan dijadikan perkakas dapur. Stainless steel seri ini masuk dalam kategori austenitic. Pelecok satu kelemahan berpangkal stainless steel ini adalah biayanya nan janjang dan rentan terhadap korosi berbunga larutan klorida, air asin, dan garam yang berakibat korosi pitting. Demikian cara membedakan kualitas stainless steel versi Horekamall. Dari segala perbandingan di atas, sepatutnya Anda dapat memilih alat dapur berbahan stainless steel nan berkualitas dan terjamin mutunya. Baca juga yuk Loklok Indonesia sang sultan stainless steel.
Tapiapakah stainless yang nempel magnet dianggap jelek? tidak juga. Semua jenis stainless punya fungsi masing masing. DUPLEX adalah tipe magnetis yang memiliki ketahanan korosi yang lebih kuat dari SUS304 dan SUS316. SUS304 yang di potong atau dibentuk, bisa menjadi sedikit magnetis. Tapi bukan berarti itu grade jelek.
Ferritic steels are high-chromium, magnetic stainless steels that have a low carbon content. Known for their good ductility, resistance to corrosion and stress corrosion cracking, ferritic steels are commonly used in automotive applications, kitchenware, and industrial equipment. Characteristics of Ferritic Stainless Steel In comparison to austenitic stainless steels, which have a face-centered cubic FCC grain structure, ferritic steels are defined by a body-centered cubic BCC grain structure. In other words, the crystal structure of such steels is comprised of a cubic atom cell with an atom in the center. This grain structure is typical of alpha iron and is what gives ferritic steels their magnetic properties. Ferritic steels cannot be hardened or strengthened by heat treatment but have good resistance to stress-corrosion cracking. They can be cold worked and softened by annealing heating and then slowly cooling. While not as strong or corrosion-resistant as austenitic grades, the ferritic grades generally have better engineering properties. Though generally very weldable, some ferritic steel grades can be prone to sensitization of the weld heat-affected zone and weld metal hot cracking. Weldability limitations, therefore, restrict the use of these steels to thinner gauges. Due to their lower chromium content and lack of nickel, standard ferritic steel grades are usually less expensive than their austenitic counterparts. Specialty grades often include molybdenum. Ferritic stainless steel usually contains to 27% chromium. Groups of Ferritic Stainless Steels Ferritic stainless steel alloys can generally be classified into five groups, three families of standard grades Groups 1 to 3 and two families of specialty grade steels Groups 4 and 5. While standard ferritic steels are, by far, the largest consumer group in terms of tonnage, demand for specialty grade stainless steels is increasing steadily. Group 1 Grades 409/410L These have the lowest chromium content of all stainless steels and so are the least expensive of the five groups. They are ideal for slightly corrosive environments where localized rust is acceptable. Grade 409 was initially created for automotive exhaust systems silencers but can now be found in automotive exhaust tubing and catalytic converter casings. Grade 410L is often used for containers, buses, and LCD monitor frames. Group 2 Grade 430 The most commonly used ferritic steels are found in Group 2. They have a higher chromium content and are, consequently, more resistant to corrosion by nitric acids, sulfur gases, and many organic and food acids. In some applications, these grades can be used as a replacement for austenitic stainless steel grade 304. Grade 430 is often found in the interiors of appliances, including washing machine drums, as well as kitchen sinks, indoor panels, dishwashers, cutlery, cooking utensils, and food production equipment. Group 3 Grades 430Ti, 439, 441, and Others Having better weldability and formability characteristics than Group 2 ferritic sheets of steel, Group 3 steel can be used to replace austenitic grade 304 in a wider range of applications, including in sinks, exchange tubes, exhaust systems, and welded parts of washing machines. Group 4 Grades 434, 436, 444, and Others With a higher molybdenum content, the ferritic stainless steel grades in Group 4 have enhanced corrosion resistance and are used in hot water tanks, solar water heaters, exhaust system parts, electric kettles, microwave oven elements, and automotive trim. Grade 444, in particular, has a pitting resistance equivalent PRE that's similar to grade 316 austenitic stainless steel, allowing it to be used in more corrosive outdoor environments. Group 5 Grades 446, 445/447, and Others This group of specialty stainless steels is characterized by relatively high chromium content and the addition of molybdenum. The result is steel with excellent corrosion and scaling or oxidation resistance. In fact, the corrosion resistance of grade 447 is equivalent to that of titanium metal. Group 5 steels are typically used in highly corrosive coastal and offshore environments.
StainlessSteel Adalah By Akbar Asfihan Posted on March 30, 2022 Adalah.Co.Id - Stainless steel adalah paduan logam yang disukai untuk pembuatan peralatan dapur karena tidak mempengaruhi rasa makanan.
Baja AISI 4130 merupakan baja paduan rendah Low Alloy Steel yang mengandung kromium dan molibdenum. Baja ini memiliki sifat ulet atau daktil serta mempunyai faktor temperatur yang tinggi sehingga banyak digunakan dalam industri. Pada bilah turbin exhaust AISI 4130 Low Alloy Steel yang dipasang pada unit boiler pembangkit listrik batubara, ditemukan terjadinya penipisan akibat bergesekan dengan partikel udara yang menabrak bilah saat berputar. Untuk mengatasi hal tersebut maka telah dilakukan usaha meningkatkan sifat mekaniknya dengan perlakuan panas melalui proses hardening dan tempering selama 30 menit. Dari tiap proses tersebut¸ masing-masingnya di quenching dengan air dan oli. Dalam penelitian ini dibandingkan antara variasi suhu hardening 800 oC dan 900 oC dengan variasi suhu tempering 400 oC, 500 oC, dan 600 oC untuk memperoleh hasil perlakuan yang optimal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketahanan aus yang optimal diperoleh dari proses hardening pada suhu 900 oC dan tempering pada suhu 500 oC. Proses ini akan menghasilkan AISI 4130 Low Alloy Steel yang lebih tahan keausan terhadap pengaruh lingkungan dan memiliki struktur martensite-bainite dengan kandungan ferrite yang - uploaded by Hamdan Akbar NotonegoroAuthor contentAll figure content in this area was uploaded by Hamdan Akbar NotonegoroContent may be subject to copyright. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta Vol. III, No. 2, Oktober 2017, hal. 15 – 19 15 Peningkatan Sifat Mekanik AISI 4130 Low Alloy Steel Melalui Perlakuan Panas Greida Frista1, Hamdan Akbar Notonegoro 2*, Hasanudin Gufron Fachrudin1 1Balai Besar Logam dan Mesin, Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, KEMENPERIN, Jl. Sangkuriang 12 Dago Bandung, Indonesia 2Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Jl. Jend. Soedirman Cilegon 42435, Indonesia *Email Penulis hamdan_an NaskahDiterima 15/10/2017 NaskahDirevisi 02/11/2017 NaskahDisetujui 02/11/2017 Naskah Online 03/11/2017 Baja AISI 4130 merupakan baja paduan rendah Low Alloy Steel yang mengandung kromium dan molibdenum. Baja ini memiliki sifat ulet atau daktil serta mempunyai faktor temperatur yang tinggi sehingga banyak digunakan dalam industri. Pada bilah turbin exhaust AISI 4130 Low Alloy Steel yang dipasang pada unit boiler pembangkit listrik batubara, ditemukan terjadinya penipisan akibat bergesekan dengan partikel udara yang menabrak bilah saat berputar. Untuk mengatasi hal tersebut maka telah dilakukan usaha meningkatkan sifat mekaniknya dengan perlakuan panas melalui proses hardening dan tempering selama 30 menit. Dari tiap proses tersebut¸ masing-masingnya di quenching dengan air dan oli. Dalam penelitian ini dibandingkan antara variasi suhu hardening 800 oC dan 900 oC dengan variasi suhu tempering 400 oC, 500 oC, dan 600 oC untuk memperoleh hasil perlakuan yang optimal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketahanan aus yang optimal diperoleh dari proses hardening pada suhu 900 oC dan tempering pada suhu 500 oC. Proses ini akan menghasilkan AISI 4130 Low Alloy Steel yang lebih tahan keausan terhadap pengaruh lingkungan dan memiliki struktur martensite-bainite dengan kandungan ferrite yang tetap. Kata kunci AISI 4130 Low Alloy Steel, sifat mekanik, perlakuan panas, ketahanan aus 1. PENDAHULUAN Baja AISI 4130 merupakan baja paduan rendah Low Alloy Steel yang mengandung kromium wt. % dan molibdenum wt. %. Penambahan unsur tersebut didalam paduan baja antara lain bertujuan untuk memperbaiki sifat mekanik pada temperatur rendah atau tinggi. Sifatnya yang ulet atau daktil serta mempunyai faktor temperatur yang tinggi membuatnya banyak digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan roda kereta, poros, airframe components, ring, bilah turbin dan banyak lagi Gaul and Duquette, 1980. Dipasaran, produk baja jenis ini antara lain tersedia dalam bentuk bilet, bar, silinder, dan cor. Namun demikian, adanya unsur paduan yang ditambahkan dalam baja ini dapat menyebabkan terbentuknya senyawa intermetalik dan menghambat proses penghalusan butir Bultel and Vogt, 2010. Sehingga hal ini dapat mempengaruhi transisi fasa yang terjadi didalam baja seperti diagram TTT yang ditampilkan pada Gambar 1. Hal ini dapat mengakibatkan paduan yang diperoleh tidak sesuai harapan Abbas and Ghazanfar, 2005. Gambar 1. TTT diagram untuk AISI 4130 Low Alloy Steel Maurya and Paunikar, 2016. FLYWHEEL JURNAL TEKNIK MESIN UNTIRTA Homepagejurnal Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta Vol. III, No. 2, Oktober 2017, hal. 15 – 19 16 Untuk meningkatkan sifat mekanik seperti kekerasan dan ketahanan aus pada AISI 4130 Low Alloy Steel dapat dilakukan dengan memberikan perlakuan panas antara lain menggunakan metode hardening suhu > 800 oCdan metode tempering suhu 200-700 oC Wu et al., 2015; Mubarok et al., 2016; Qian, Sharp and Rainforth, 2016. Kedua metode tersebut memerlukan waktu tahan holding time dan pendinginan cepat quenching dengan mencelupkan atau memasukkan material yang telah diberi perlakuan panas kedalam media pendingin seperti air, oli, garam atau lainnya sehingga diperoleh sifat mekanik yang sesuai dengan kondisi kerja material Hoa et al., 2007; Dini et al., 2010; Pessard et al., 2014 Gambar 2. Bilah turbin exhaust AISI 4130 Low Alloy Steel. Pada studi kasus terhadap bilah turbin exhaust AISI 4130 Low Alloy Steel Gambar 2 yang dipasang pada unit boiler pembangkit listrik batubara, ditemukan adanya penipisan yang terjadi akibat kondisi operasional. Penipisan ini terjadi akibat bergesekan dengan partikel udara yang menabrak bilah saat berputar. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan sifat mekanik bilah turbin exhaust AISI 4130 Low Alloy Steel yaitu kekerasan dan ketahanan gesek agar lebih handal saat digunakan pada kondisi operasional. Dalam penelitian ini telah dilakukan usaha peningkatan kemampuan mekanik AISI 4130 Low Alloy Steel melalui perlakuan panas dengan variasi suhu hardening dan suhu tempering. 2. METODOLOGI PENELITIAN Spesimen yang berasal dari V-Block AISI 4130 Low Alloy Steel Gambar 3 produksi Balai Besar Logam dan Mesin–BPPI–KEMENPERIN memiliki komposisi elemen seperti yang tercantum pada Tabel 1. Spesimen tersebut kemudian dipotong menjadi beberapa bagian dan dibuat sampel dengan bentuk dan ukuran yang proporsional. Potongan sampel tersebut kemudian diberi label sesuai dengan perlakuan panas yang diterima dan memudahkan identifikasi yang dilakukan seperti yang ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 1. Kandungan V-Block AISI 4130 Low Alloy Steel Sampel-sampel tersebut kemudian dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama mendapat perlakuan hardening pada suhu 800 oC dan Kelompok kedua pada suhu 900 oC. Pemanasan dilakukan selama 30 menit dan dilanjutkan dengan quenching kedalam air. Selanjutnya, tiap kelompok sampel tersebut kemudian ditemper dengan variasi suhu 400 oC, 500 oC, dan 600 oC selama 30 menit, dilanjutkan quenching kedalam oli. Sampel tanpa perlakuan DS diuji pula sebagai nilai referen. Tabel 2. Matriks sampel AISI 4130 Low Alloy Steel dan variasi Perlakuan Untuk mengidentifikasi kenaikan sifat mekanik yang terjadi setelah perlakuan panas tersebut maka kemudian dilakukan uji ketahanan aus, uji kekerasan, dan identifikasi struktur metallography terhadap permukaan sampel. Gambar 3. AISI 4130 berbentuk V-block yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini. Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta Vol. III, No. 2, Oktober 2017, hal. 15 – 19 17 3. PEMBAHASAN Gambar 4 memperlihatkan kurva kenaikan nilai kekerasan sampel AISI 4130 Low Alloy Steel yang telah mendapatkan perlakuan panas. Nilai tersebut merupakan nilai kekerasan hasil perlakuan relatif terhadap DS. Tampak bahwa pada umumnya terjadi peningkatan kekerasan pada kedua sampel hasil hardening yang telah ditemper. Nilai kekerasan sampel L84 dan L85 diatas sampel S94 dan S95, walau terjadi penurunan. 400 450 500 550 600-5051015Nilai Kekerasan, HRCSuhu Temper oC 800 oC 900 oCGambar 4. Nilai kekerasan dari hasil uji HRC terhadap AISI 4130 Low Alloy Steel yang telah mendapatkan perlakuan panas relatif terhadap DS. Namun pada sampel L86 nilai kekerasan tersebut turun drastis bahkan dibawah DS. Lain halnya dengan sampel S96, yang nilai kekerasannya sama dengan sampel S94. Hal ini menunjukkan bahwa proses tempering telah membuat turunnya kekerasan dari sampel hasil hardening suhu 800 oC. Pada sampel hardening suhu 900 oC, turunnya nilai kekerasan hanya terjadi pada hasil tempering di suhu 500 oC. Dari dua kelompok hardening tersebut¸terlihat bahwa perlakuan hardening dengan suhu 900 oC cenderung membuat nilai kekerasan lebih bertahan setelah melalui proses tempering dibanding suhu hardening 800 oC. Gambar 5 menampilkan kurva kehilangan massa mass loss dari hasil uji gesek tiap sampel yang telah mendapat perlakuan panas relatif terhadap sampel sebelum perlakuan. Nilai tersebut menunjukkan bahwa semakin besar nilai mass loss-nya maka semakin rendah ketahanan ausnya. Terlihat pada kurva tersebut bahwa sampel L84-86 mengalami mass loss lebih rendah dari sampel DS. Namun sampel L85 memiliki mass loss yang hampir sama dengan DS. Lain halnya dengan sampel S94, mengalami mass loss yang sedikit lebih besar dari DS. Tetapi kemudian S95 mengalami mass loss jauh lebih kecil dari semuanya dan diikuti oleh S96 yang memiliki nilai mass loss dekat dengan L86. Hasil ini menunjukkan proses tempering telah menaikkan ketahanan aus wear resistance semua sampel yang telah melewati proses hardening pada suhu 800 oC. Namun demikian¸ ketahanan aus terbaik terdapat pada sampel yang telah mengalami proses hardening pada suhu 900 oC yang telah mengalami perlakuan tempering di suhu 500 oC. 400 450 500 550 800 oC 900 oCMass Loss grSuhu Temper, oCGambar 5. Identifikasi mass loss hasil uji gesek AISI 4130 Low Alloy Steel yang telah mendapatkan perlakuan panas relatif terhadap kondisi sebelum perlakuan. Gambar 6 menampilkan kurva % populasi fasa ferrite tiap sampel yang telah mendapat perlakuan panas relatif terhadap sampel sebelum perlakuan. Terlihat pada kurva tersebut populasi ferrite L84-85-86 jumlahnya lebih banyak dibanding DS. Walau pada L84 jumlah populasi ferrite dibawah S94, namun mencapai nilai tertinggi pada L85 yang diikuti penurunan pada L86. Sementara itu, jumlah populasi S95-96 hampir sama dengan DS. Hasil ini memperlihatkan bahwa proses hardening pada suhu 800 oC telah menaikkan populasi ferrite walau sudah diberi perlakuan tempering. 400 450 500 550 60005101520253035Populasi Fasa Ferrite, %Suhu Temper oC 800 oC 900 oCGambar 6. Identifikasi populasi fasa ferrite pada AISI 4130 Low Alloy Steel yang telah mendapatkan perlakuan panas relatif terhadap populasi sebelum perlakuan. Berbeda halnya dengan hasil hardening pada suhu 900 oC, proses tempering telah mengembalikan populasi ferrite ke kondisi awal. Nampak pula bahwa besarnya populasi ferrite lebih dominan terbentuk dari perlakuan Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta Vol. III, No. 2, Oktober 2017, hal. 15 – 19 18 hardening pada suhu 800 oC dibandingkan dengan perlakuan hardening pada suhu 900 oC. Untuk memperkuat hasil yang telah diperoleh dari berbagai pengujian mekanik, telah dilakukan pula identifikasi fasa terhadap permukaan sampel. Hasil metalografi terhadap permukaan sampel DS ditampilkan pada Gambar 7. Kontur dari permukaan sampel DS menunjukkan adanya fasa mikro acicular ferrite dan bainit. Gambar 7. Hasil metalografi permukaan AISI 4130 Low Alloy Steel sebelum mendapatkan perlakuan panas. Kontur tesebut menunjukkan fasa mikro acicular ferrite dan bainit. Gambar 8. Hasil metalografi permukaan AISI 4130 Low Alloy Steel hasil hardening pada suhu 800 oC dan telah melewati proses tempering pada suhu 400 oC, 500 oC, dan 600 oC. Dari fasa martensite L84 menjadi ferrite-sphereoid sementit L85, lalu muncul sedikit fasa martensite L86. Pada sampel hardening 800 oC yang telah mengalami proses tempering pada suhu 400 oC, 500 oC dan 600 oC yang ditampilkan pada Gambar 8, menunjukkan terjadinya transformasi fasa pada struktur baja dari fasa martensite L84 menjadi ferrite-sphereoid sementit L85, lalu muncul sedikit fasa martensite L86. Perubahan struktur ini mengakibatkan turunnya nilai kekerasan pada baja tersebut Elmer et al., 2004; Zhang et al., 2015. Pada sampel hardening 900 oC yang telah mengalami proses tempering pada suhu 400 oC, 500 oC dan 600 oC yang ditampilkan pada Gambar 9, menunjukkan terjadinya transformasi fasa pada struktur baja dari fasa martensite-pearlite S94 menjadi martensite-bainit S95, lalu menjadi martensite-pearlite-spheroid sementit yang membentuk permukaan kasar S96. Perubahan struktur ini telah membuat nilai kekerasan pada sampel tersebut meningkat. Gambar 9. Hasil metalografi permukaan AISI 4130 Low Alloy Steel hasil hardening pada suhu 900 oC dan telah melewati proses tempering pada suhu 400 oC, 500 oC, dan 600 oC. Dari fasa martensite-pearlite S94 menjadi martensit-bainit S95, lalu menjadi martensite-pearlite-spheroid sementit S96. Apabila fasa-fasa tersebut dihubungkan dengan hasil pengujian sifat mekanik, kehadiran fasa ferrite-sphereoid sementit dengan kemunculan sedikit fasa martensite telah mejadi penyebab turunnya nilai kekerasan yang dimiliki oleh AISI 4130 Low Alloy Steel. Adanya fasa martensite-pearlite membuat AISI 4130 Low Alloy Steel tidak tahan gesek. Sehingga dibutuhkan martensite-bainit untuk membuat AISI 4130 Low Alloy Steel yang lebih tahan aus. Dari serangkaian hasil pengujian diatas, diperoleh informasi bahwa untuk mendapatkan bilah turbin AISI 4130 Low Alloy Steel yang lebih tahan aus terhadap pengaruh lingkungan kerja maka sampel S95 menjadi pilihan terbaik. Sampel ini akan menghasilkan AISI 4130 Low Alloy Steel yang memiliki struktur martensite-bainite dengan kandungan ferrite yang tetap. Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta Vol. III, No. 2, Oktober 2017, hal. 15 – 19 19 4. KESIMPULAN Pada bilah turbin exhaust AISI 4130 Low Alloy Steel ditemukan adanya penipisan akibat kondisi operasional. Usaha peningkatan kemampuan mekanik tersebut dilakukan dengan memberikan perlakuan panas seperti pada sampel S95. Proses ini akan menghasilkan AISI 4130 Low Alloy Steel yang memiliki struktur martensite-bainite dengan kandungan ferrite yang tetap. Material ini memiliki sifat lebih tahan terhadap keausan akibat pengaruh lingkungan. 5. UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih kepada Balai Besar Logam dan Mesin BBLM-BPPI – KEMENPERIN dan juga kepada Jurusan Teknik Mesin UNTIRTA yang telah mendukung penelitian ini. 6. DAFTAR PUSTAKA Abbas, G. and Ghazanfar, U. 2005 Two-body abrasive wear studies of laser produced stainless steel and stainless steel + SiC composite clads’, Wear, 2581-4 SPEC. ISS., pp. 258–264. doi Bultel, H. and Vogt, J. B. 2010 Influence of heat treatment on fatigue behaviour of 4130 AISI steel’, Procedia Engineering. Elsevier, 21, pp. 917–924. doi Dini, G., Najafizadeh, A., Monir-Vaghefi, S. M. and Ueji, R. 2010 Grain size effect on the martensite formation in a high-manganese TWIP steel by the Rietveld method’, Journal of Materials Science and Technology, 262, pp. 181–186. doi Elmer, J. W., Palmer, T., Babu, S. S., Zhang, W. and DebRoy, T. 2004 Direct observations of austenite, bainite, and martensite formation during arc welding of 1045 steel using time-resolved X-ray diffraction’, Welding journal, 839, p. 244. Available at Gaul, D. J. and Duquette, D. J. 1980 The effect of fretting and environment on fatigue crack initiation and early propagation in a quenched and tempered 4130 Steel’, Metallurgical Transactions A, 119, pp. 1555–1561. doi Hoa, N. Q., Chau, N., Yu, S. C., Thang, T. M., The, N. D. and Tho, N. D. 2007 The crystallization and properties of alloys with Fe partly substituted by Cr and Cu fully substituted by Au in Finemet’, Materials Science and Engineering A, 448-451, pp. 364–367. doi Maurya, S. and Paunikar, A. 2016 Automotive Fasteners Defects and Failure Analysis’, March. doi Mubarok, N., Notonegoro, H. A., Thosin, K. A. Z. and Manaf, A. 2016 The mechanical properties of austenite stainless steel 304 aft er structural deformation through cold work’, in AIP Conference Proceedings. doi Pessard, E., Abrivard, B., Morel, F., Abroug, F. and Delhaye, P. 2014 The effect of quenching and defects size on the HCF behaviour of Boron steel’, International Journal of Fatigue. Elsevier Ltd, 68, pp. 80–89. doi Qian, F., Sharp, J. and Rainforth, W. M. 2016 Characterisation of L21-ordered Ni2TiAl precipitates in FeMn maraging steels’, Materials Characterization. Elsevier Inc., 118, pp. 199–205. doi Wu, Z. Q., Ding, H., An, X. H., Han, D. and Liao, X. Z. 2015 Influence of Al content on the strain-hardening behavior of aged low density Fe-Mn-Al-C steels with high Al content’, Materials Science and Engineering A, 639, pp. 187–191. doi Zhang, X., Hickel, T., Rogal, J., Fähler, S., Drautz, R. and Neugebauer, J. 2015 Structural transformations among austenite, ferrite and cementite in Fe-C alloys A unified theory based on ab initio simulations’, Acta Materialia. Acta Materialia Inc., 99, pp. 281–289. doi Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta Vol. III, No. 2, Oktober 2017, hal. 15 – 19 20 ... Simulasi juga dapat mengurangi terpakainya material tambahan karena sudah diatasi pada proses desain dan simulasi. Kekuatan frame struktur rangka akan membantu fungsi kerja mesin dengan baik [4] [5]. ...Lathifa Putri AfisnaIrfan Dafa DenaraEko PujiyuliantoVicky F SanjayaCow dung drying machine is used to overcome problems in processing cow dung. The type of drying machine selected is a rotary dryer type which rotates a drum or cylinder to stir the object being dried. A strong framework is needed to support the components of the dryer so that in its manufacture a static load analysis is needed so that the frame can support the load it will receive. The purpose of this research is to design, simulate and analyse the maximum stress and displacement in the frame structure of the rotary dryer using the finite element method in Solidwork. The simulation results show that the maximum stress supported by the engine frame is and the maximum displacement is The maximum stress value obtained is smaller than the yield stress of the frame material. This value indicates that the design of the rotary dryer machine frame structure is safe to proceed to the production stage. Mesin pengering kotoran sapi digunakan untuk mengatasi masalah dalam pengolahan kotoran sapi. Jenis mesin pengering yang dipilih adalah tipe rotary dryer yang memutar drum atau silinder untuk mengaduk benda yang dikeringkan. Diperlukan kerangka yang kuat untuk menopang kompone-komponen mesin pengering sehingga dalam pembuatannya dibutuhkan analisis beban statis agar kerangka tersebut mampu menopang beban yang akan diterimanya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendesain, mensimulasi dan menganalisa tegangan maksimum serta displacement pada struktur rangka mesin rotary dryer dengan metode elemen hingga pada Solidwork. Hasil simulasi menunjukkan tegangan maksimum yang ditumpu rangka mesin sebesar 7,115×105The 304 stainless steel SS type is widely used in oil and gas operations due to its excellent corrosion resistance. However, the presence of the fine sand particles and H2S gas contained in crude oil could lead the erosion and abrasion in steel. In this study, cold rolled treatments were conducted to the 304 SS in order to increase the wear resistance of the steel. The cold work has resulted in thickness reduction to 20%, 40% and 60% of the original. Various microstructural characterizations were used to analyze the effect of deformation. The hardness characterization showed that the initial hardness value increased from 145 HVC to 395 HVC as the level of deformation increase. Further, the wear resistance increased with the deformation rate from 0% to 40% and subsequently decreased from 40% to 60% deformation rate. Microstructural characterization shows that the boundary change to coincide by 56 µm, 49 µm, 45 µm, and 43 µm width and the grain go to flatten and being folded like needles. The effect of deformation on the grain morphology and structure was also studied by optical metallography and X-Ray Diffraction. It is shown that the deformation by means of a cold rolled process has transformed the austenite structure into martensitic Zhang T. HickelJutta RogalJörg NeugebauerStructural transformations in Fe-C alloys are decisive for the mechanical properties of steels, but their modeling remains a challenge due to the simultaneous changes in Fe lattice and redistribution of C. With a combination of the orientation relationships between austenite, ferrite and cementite, we identify a metastable intermediate structure MIS, which can serve as a link between the three phases. Based on this framework, different mechanisms depending on the local conditions C concentration, strain, magnetism are revealed from ab initio nudged elastic band simulations, which allow us to construct a unified theory for the structural transformations among austenite, ferrite and Time Resolved X-Ray Diffraction TRXRD experiments were performed during stationary gas tungsten arc GTA welding of AISI 1045 C-Mn steel. These synchrotron-based experiments tracked, in real time, phase transformations in the heat-affected zone of the weld under rapid heating and cooling conditions. The diffraction patterns were recorded at 100 ms intervals, and were later analyzed using diffraction peak profile analysis to determine the relative fraction of ferrite and austenite phases in each diffraction pattern. Lattice parameters and diffraction peak widths were also measured throughout the heating and cooling cycle of the weld, providing additional information about the phases that were formed. The experimental results were coupled with a thermofluid weld model to calculate the weld temperatures, allowing time-temperature transformation kinetics of the phase transformation to be evaluated. During heating, complete austenitization was observed in the heat affected zone of the weld and the kinetics of the phase transformation were modeled using a Johnson-Mehl-Avrami JMA approach. The results from the 1045 steel weld were compared to those of a 1005 low carbon steel from a previous study. Differences in austenitization rates of the two steels were attributed to differences in the base metal microstructures, particularly the relative amounts of pearlite and the extent of the allotriomorphic ferrite phase. During weld cooling, the austenite transformed to a mixture of bainite and martensite. In situ diffraction was able to distinguish between these two non-equilibrium phases based on differences in their lattice parameters and their transformation rates, resulting in the first real time x-ray diffraction observations of bainite and martensite formation made during Bultel VogtThe 4130 steel is widely used in petroleum and gas industry. During the use, it can be exposed to high temperatures for long duration as well as to severe cyclic loading as a consequence of start and shut down procedure. Both have an effect on microstructure and on mechanical strength, especially fatigue resistance. The goal of this study is to characterize the influence of a thermal treatment on high temperature fatigue behaviour of this material has been investigated in its as-received condition and after a high temperature heat treatment around 1000 °C and slowly cooled down in calm air. The microstructure changes from a bainitic to a ferrito-pearlitic one. The fatigue tests are conducted at 450 °C under total strain control ranging from Δεt= to It is shown that the ferrito pearlitic steel exhibits a primary and secondary hardening while the bainitic one is ore stable after the initial hardening. The fatigue resistance is better for the ferrito pearlitic steel than for the bainitic steel when plastic strain variation is considered but the conclusion inverses with the cyclic stress amplitude. Crack nucleation as well as crack growth were found to be promoted in the bainitic structure, crystallization and magnetic properties of ribbons obtained by first making amorphous ribbons and then objecting them to a crystallization annealing have been published elsewhere by us previously. In the present work the soft magnetic ribbons numbers indicate at.%, x=1–5 are prepared by fast quenching on a single copper wheel. X-ray diffraction patterns show that the as-cast samples are amorphous. Differential scanning calorimetry analysis indicates that the crystallization temperature of the α-FeSi phase is a little higher than that of pure Finemet. With the same annealing conditions, the crystallization volume fraction decreases with increasing Cr content substituted for Fe. Hysteresis loops of as-cast samples measured by Permagraph show that domain walls are pinned. After appropriate annealing, the ultrasoft magnetic properties of nanocomposite materials are established. The magnetic entropy change, ΔSm, of studied samples has been determined, and a giant magnetocaloric effect is found. Our materials could be considered as promising magnetic refrigerants working at high temperatures several hundreds °C.This work investigates the effect of natural and artificial surface defects and quenching on the fatigue strength of a Boron steel 22MnB5. A vast experimental campaign has been undertaken to study the high cycle fatigue behaviour and more specifically the fatigue damage mechanisms observed in quenched and untreated materials, under different loading conditions and with differents artificial defects sizes from 25 μm to 370 μm radius. In order to test the sheet metal in shear an original test apparatus is used. The critical defect size is determined to be 100 ± 50 μm. This critical size does not appear to depend on the loading type or the microstructure of the material ferritic–perlitic or martensitic. However, for large defects, the quenched material is more sensitive to the defect size than the untreated material. For a defect size range of 100–300 μm the slope of the Kitagawa–Takahashi diagram is approximately −1/3 and −1/6 for the quenched and untreated materials respectively. A probabilistic approach that leads naturally to a probabilistic Kitagawa type diagram is developed. This methodology can be used to explain the relationship between the influence of the heat treatment and the defect size on the fatigue behaviour of this J. Gaul D. J. DuquetteFretting fatigue studies were performed on quenched and tempered 4130 steel in laboratory air and in argon as functions of relative slip displacement, normal pressure and applied cyclic stress. Significant reductions in fatigue resistance were observed at all stress levels and increased with increasing normal pressures. However, a minimum in resistance was observed for relative slip magnitudes of 20 to 30 μm. Inert environments improve fatigue resistance under fretting conditions. Metallographic observations indicated that subsurface cracking was generally observed and that stress concentrations associated with this cracking resulted in deviations to and away from the faying surfaces. Fretting cracks which deviated into the alloy become initiated fatigue cracks. A mechanical model is proposed for fretting induced fatigue crack initiation which suggests that this phenomenon is a simple extension of the basic fretting abrasive wear studies of stainless steel and its composite with SiC powder are reported in the present paper. The alloy and composite clads were produced on En 3b mild steel substrates using a 2 kW CW CO2 laser as a heat generating source. The cladding material was injected into the laser produced melt pool in the form of fine powder using a pneumatic powder delivery system. The clad formed were generally uniform with high hardness and wear resistance with low dilution from the substrate. The hardness and wear resistance of the alloy clad surfaces were markedly increased with the inclusion of SiC particles in the cladding mixture. In the present studies instead of using the conventional pin-on-disc method of wear measurement, a more realistic and practical wear testing procedure was adapted. The wear-testing machine used was capable of measuring wear of three comparatively larger 25 mm × 25 mm × 10 mm clad samples by abrading simultaneously against a rotating alumina disc.
Beberapaperalatan makan atau memasak terbuat dari baja antikarat atau biasa disebut stainless steel. Ciri logam aluminium dan kegunaannya. Sifat basa oksida dan hidroksida kromium menurun dengan naiknya tingkat oksidasi. Logam merupakan sebuah unsur yang memiliki jumlah paling banyak di bumi.
Posisinyajuga nggak menghalangi posisi jarum jam. Teliti posisinya juga pada beberapa tempat, seperti pada bagian belakang, kamu akan menemukan perbedaan dari yang asli dan yang palsu. Jam tangan Ferrari yang asli selalu konsisten dalam meletakkan logo. Selain itu juga perhatikan cara peletakan logonya.
. vxx5mgwt84.pages.dev/70vxx5mgwt84.pages.dev/51vxx5mgwt84.pages.dev/253vxx5mgwt84.pages.dev/194vxx5mgwt84.pages.dev/362vxx5mgwt84.pages.dev/68vxx5mgwt84.pages.dev/36vxx5mgwt84.pages.dev/166vxx5mgwt84.pages.dev/183
ciri ciri stainless steel asli